Menciptakan Penerimaan Minyak dan Gas Bumi Indonesia yang Berkelanjutan Melalui Sovereign Wealth Fund

Bagikan:

kilang3Penerimaan negara dari hasil pertambangan di Indonesia termasuk penerimaan negara dari pertambangan minyak dan gas bumi (migas) Indonesia cukup berkontribusi signifikan terhadap total penerimaan negara. Sebagai contoh penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) minyak dan gas bumi Indonesia pada tahun 2009 adalah sebesar Rp50,04 triliun. Jumlah ini merupakan 15,76% dari total pendapatan PPh Indonesia pada tahun 2009. Pada tahun 2010 pendapatan PPh Migas lebih besar lagi yaitu mencapai Rp58,87 triliun (16,49%), meningkat menjadi Rp73,10 triliun di tahun 2011 (16,95%), sebesar Rp83,46 triliun di tahun 2012 (17,95%), dan meningkat menjadi sebesar Rp88,75 triliun di tahun 2013 (17,52%). Sedangkan pada tahun 2014, 2015 dan 2016 pendapatan PPh Migas menurun menjadi Rp87,45 triliun di tahun 2014 (16,01%), Rp49,53 triliun di tahun 2015 (7,29%) dan menjadi hanya Rp48,46 triliun di tahun 2016 dan kontribusinya terhadap total pendapatan PPh hanya sebesar 6,35%.

Di masa yang akan datang, kontribusi penerimaan PPh Migas diperkirakan akan terus menurun disebabkan antara lain karena: lifting dan produksi migas Indonesia semakin menurun (yang mengakibatkan turunnya penerimaan negara dari migas sehingga mempersempit pergerakan fiskal pemerintah dalam memajukan perekonomian), laju penurunan lifting minyak diiringi dengan laju penurunan cadangan migas, minyak bumi Indonesia diestimasikan akan habis dalam waktu sekitar 12 tahunan lagi (habisnya migas Indonesia dalam jangka waktu 1 dan 2 dekade ke depan mengakibatkan penerimaan negara dari migas menjadi nol sementara alternatif sumber penerimaan sebagai pengganti dari penerimaan migas belum ditemukan), dan harga minyak bumi berfluktuasi tajam sehingga penerimaan minyak bumi pun berfluktuasi (mengakibatkan fluktuasi penerimaan negara dari migas sehingga berdampak pada ketidakpastian kemampuan negara dalam membiayai pembangunan).

Sementara itu Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Yang dimaksud dengan rakyat disini adalah seluruh rakyat Indonesia tanpa membedakan suku, ras dan agama, baik di masa kini maupun di masa mendatang. Kenyataannya minyak dan gas bumi, mineral, batubara dan hasil tambang lain akan habis dalam waktu puluhan tahun saja karena hasil-hasil tambang tersebut berjumlah terbatas dan bersifat tidak terbarukan, sehingga penerimaan negara dari hasil-hasil tambang tersebut pun akan berakhir sementara generasi rakyat Indonesia di masa mendatang memiliki hak atas penerimaan negara dari migas, mineral, batubara dan hasil tambang lain tersebut. Oleh karena itu, agar rakyat Indonesia generasi yang akan datang tetap bisa menerima atau merasakan manfaat dari penerimaan negara dari hasil-hasil pertambangan, perlu diciptakan suatu skema atau mekanisme, salah satunya yang bisa diusulkan adalah skema Sovereign Wealth Fund (SWF).

Pertanyaannya, apakah SWF tersebut dan bagaimana perannya sehingga bisa menciptakan penerimaan negara dari hasil tambang termasuk minyak dan gas bumi tetap berkelanjutan dan signifikan terhadap kestabilan penerimaan negara walaupun harga migas (dan hasil tambang lain) berfluktuasi tajam dan lifting migas terus menurun atau bahkan habis?

 

Sovereign Wealth Fund (SWF) untuk Penerimaan Negara yang Berkelanjutan

Menurut International Monetery Fund (2007), SWF adalah dana investasi khusus yang dibuat atau dimiliki oleh pemerintah untuk memegang atau menguasai aset-aset asing untuk tujuan jangka panjang. Sementara menurut Deutsche Bank Research (2007), sovereign wealth funds atau state investment funds adalah kendaraan finansial yang dimiliki oleh negara yang memiliki, mengelola atau mengadministrasikan dana publik dan menginvestasikannya ke dalam aset-aset yang lebih luas dan lebih beragam. Robert M Kimmitt (2008) mendefinisikan SWF sebagai sekumpulan besar modal yang dikendalikan oleh pemerintah dan diinvestasikan dalam pasar swasta internasional atau kendaraan investasi pemerintah yang didanai dengan aset-aset mata uang asing dan dikelola secara terpisah dari cadangan devisa resmi.

Kemudian International Working Group of Sovereign Wealth Funds (IWG) (2008) dalam SWFs Generally Accepted Principles and Practices yang juga disebut dengan Santiago Principles mendefinisikan SWFs sebagai “special purpose investment funds or arrangements, owned by the general government. Created by the general government for macroeconomic purposes, SWFs hold, manage, or administer assets to achieve financial objectives, and employ a set of investment strategies which include investing in foreign financial assets. The SWFs are commonly established out of balance of payments surpluses, official foreign currency operations, the proceeds of privatizations, fiscal surpluses, and/or receipts resulting from commodity exports. This definition excludes, inter alia, foreign currency reserve assets held by monetary authorities for the traditional balance of payments or monetary policy purposes, operations of state-owned enterprises in the traditional sense, government-employee pension funds, or assets managed for the benefit of individuals”.

Dengan demikian, pada dasarnya SWF adalah dana abadi yang dimiliki oleh pemerintah yang diinvestasikan dalam instrumen seperti: deposito untuk mendapatkan bunga, saham untuk mendapatkan gain atau dividen, atau instrumen bentuk lain untuk mendapatkan gain atau pendapatan jenis lain. Dana pokoknya merupakan dana abadi sehingga tidak boleh diambil sedangkan yang bisa diambil hanya dana yang berasal dari pendapatan dari instrumen-instrumen seperti deposito, saham dan instrumen bentuk lain. Dana pokok yang merupakan dana abadi tersebut bisa berasal dari dana APBN, dari penerimaan seperti penerimaan migas atau dari sumber-sumber penerimaan lainnya yang sah.

Menurut International Working Group of Sovereign Wealth Funds (IWG) (2008) terdapat 3 tipe SWF yaitu 1) SWF yang dibentuk/didirikan dengan identitas atau badan hukum yang terpisah, dengan kapasitas penuh untuk melakukan kegiatan dan diatur oleh Undang-undang khusus (contoh Kuwait, Korea Selatan, Qatar dan United Arab Emirates/Abu Dhabi Investment Authority/ADIA). 2) SWF yang berbentuk perusahaan atau badan usaha milik negara (contoh Temasek dan Government of Singapore Investment Corporation/GIC dari Singapura, atau China Investment Corporation/CIC dari China) yang tunduk pada UU tentang perusahaan dan juga tunduk pada UU tentang SWF apabila ada. 3) SWF yang berbentuk sekumpulan aset tanpa adanya atau dibentuknya identitas atau badan hukum tersendiri. Kumpulan aset tersebut bisa dimiliki langsung oleh pemerintah atau bisa juga dimiliki oleh bank sentral contohnya Botswana, Canada/Alberta, Chile dan Norwegia.

Indonesia bisa membentuk SWF tipe ketiga yaitu berupa sekumpulan aset dengan alasan bahwa di Indonesia sudah ada institusi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi mengelola aset-aset investasi pemerintah yaitu Pusat Investasi Pemerintah (PIP) sehingga apabila diambil SWF tipe ketiga, pemerintah Indonesia tinggal menyusun payung hukum untuk terlaksananya pengelolaan SWF yang transparan dan akuntabel oleh PIP. Apabila SWF tersebut berasal dari penerimaan negara hanya dari pertambangan migas, maka SWF tersebut dapat dinamai dengan Dana Abadi Minyak dan Gas Bumi Indonesia (Petroleum Fund of Indonesia). Sedangkan apabila dana SWF berasal dari penerimaan negara dari seluruh hasil pertambangan di Indonesia maka SWF tersebut dapat dinamai dengan Dana Abadi Pertambangan Indonesia (Mining Fund of Indonesia). Penerimaan dari seluruh instrumen keuangan yang dimiliki oleh SWF of Indonesia harus masuk ke dalam penerimaan APBN tahun berjalan kecuali apabila diatur bahwa sebagian penerimaan digunakan untuk menambah saldo dana abadi SWF of Indonesia tetapi harus hanya sebagian kecil saja.

Untuk memenuhi prinsip tata kelola yang baik, seluruh dana yang diterima oleh SWF of Indonesia tersebut harus dilaporkan ke publik. Pelaporan yang menyeluruh, rinci, rutin dan transparan tersebut harus tetap memperhatikan kerahasiaan negara agar tidak disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Dalam menanamkan dana SWF of Indonesia ke dalam instrumen keuangan, PIP bisa melakukan sendiri atau sekaligus menunjuk manajer investasi eksternal/swasta sepanjang memenuhi syarat yang ditentukan dan pengelolaan oleh manajer investasi eksternal/swasta tersebut dilakukan dalam koridor ketentuan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan pengelolaan dana yang transparan dan akuntabel, dana-dana SWF of Indonesia bisa disalurkan dalam instrumen-instrumen keuangan yang memberikan imbal hasil yang tinggi dengan tingkat risiko yang terkelola sehingga memberikan penerimaan negara yang cukup tinggi sehingga rakyat Indonesia generasi yang akan datang tetap bisa menerima atau merasakan manfaat dari penerimaan negara dari hasil-hasil pertambangan walaupun hasil-hasil pertambangan tersebut makin berkurang atau sudah habis.

Sumber: http://www.kemenkeu.go.id/

Rate this post

Tag:

Bagikan:

Request Presentation

Agenda Terdekat Productivity Quality




Layanan Kalibrasi

Download Jadwal Training 2025

Proxsis TV

[yikes-mailchimp form=”1″]