Seiring dengan adanya globalisasi disegala bidang maka perindustrian di Indonesia mengalami perubahan yang besar. Perubahan ini ditandai dengan bertambah majunya teknologi yang digunakan dalam menjalankan sebuah proses sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Namun perubahan dalam proses ini juga bisa menimbulkan resiko seperti terjadinya kecelakaan terhadap tenaga kerja atau kecelakaan kerja. Kita semua mengetahui bahwa keselamatan dan kesehatan kerja disemua sektor baik industri formal maupun non formal sangat penting keberadaannya. Angka kecelakaan menurut BPS menunjukkan bahwa dari tahun 2007 sampai dengan tahun 20012 semakin angka kecelakaan terus bertambah. Pada tahun 2012 saja terjadi sebesar 117.696 kecelakaan dengan kerugian materi sebesar Rp. 298.627, apabila dirata-ratakan setiap bulannya terjadi 24.885 kejadian kecelakaan/bulan. Angka yang cukup fantastis bukan? Ini merupakan kerugian yang tampak, tentunya fenomena gunung es berlaku disini. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan bagian yang penting dalam ketenagakerjaan. Oleh karena itu dibuatlah berbagai ketentuan yang mengatur tentang keselamatan dan kesehatan kerja. Berawal dari adanya undang-undang No. 14 tahun 1969 tentang pokok-pokok ketenagakerjaan yang dinyatakan dalam pasal 9 bahwa “setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan atasa keselamatan, kesehatan dan pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan harkat martabat, manusia, morial dan agama.

Bila ditinjau awal mula perkembangan keselamatan kerja di sebuah organisasi, beranggapan bahwa sebuah kecelakaan kerja merupakan sebuah musibah, namun hal ini apabila ditinjau lebih dalam banyak faktor yang menyebabkan kecelakaan baik faktor kelalaian manusia maupun lingkungan yang tidak aman yang ada di organisasi tersebut. Seperti contoh untuk kelalian manusia itu sendiri (unsafe act) contohnya yaitu seperti pekerja terburu-buru dalam melakukan pekerjaan, pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) ketika sedang bekerja dan lainnya. Sedangkan dari lingkungan kerja yang tidak aman seperti (Unsafe Condition). Seperti hal yang sangat kita anggap sangat sepele seperti becek pada lantai dan yang paling mengerikan adalah mesin yang rusak dan tidak diberi pengaman yang bisa melukai pekerja. Apakah semua hal itu bisa dihindari? Tentu saja bisa dihindari dan diminimalisir dengan cara memberikan pengarahan/instruksi pada karyawan mengenai arti betapa pentingnya sebuah keselamatan dan kesehatan bagi dirinya dan tidak lupa untuk menggunakan alat pelindung diri seperti safety shoes, helm dan sarung tangan (gloves) ketika saat bekerja. Sedangkan pencegahan pada lingkungan yang tidak aman dapat diminimalisir dengan pemberian rambu-rambu mengenai kesehatan keselamatan kerja, seperti penempatan alat pemadam kebakaran juga dengan perawatan berkala pada mesin produksi dan lainnya.

Banyak organisasi telah melakukan “kaji ulang” atau kita mengenalnya dengan “audit”. Agar Audit K3 berjalan efektif maka harus dilakukan sebuah sistem manajemen yang terstruktur dan terintegrasi di organisasi tersebut. Tujuan dan manfaat audit yaitu untuk membantu perusahaan dalam melakukan penilaian awal terhadap Sistem Manajemen Keleamatan dan kesehatan kerja (SMK3) di organisasi tersebut. Audit sertifikasi dilakukan oleh Badan Audit SMK3 yang ditunjuk oleh pemerintah. Audit dilakukan dengan cara metoda pengecekan dokumentasi SMK3, pemeriksaan dokumentasi SMK3, pemeriksaan implementasi ril ditempat kerja/lapangan serta mewawancarai karyawan pada proses kerja tertentu sesuai kebutuhan auditor. Setiap temuan yang didapat akan segera diberitahukan kepada pemilik organisasi sebagai hasil penilaian dan masukan agar organisasi tersebut dapat menjalan kegiatan organisasinya kembali dengan efektif dan efisien juga terhindar dari kecelakaan yang dapat membuat kerugian baik financial maupun non financial.

 

Sumber: http://www.kompasiana.com/