Garam Industri: Swasembada 2017 Sulit Terwujud

Bagikan:

PAMEKASAN,11/9-HARGA GARAM NAIK. Seorang petani memanen garam olahannya di Desa Bunder, Pademawu, PamekasanBANDUNG – Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) pesimistis rencana swasembada garam industri yang dicanangkan pemerintah pusat tercapai pada 2017 mengingat berbagai persoalan belum teratasi.

Sekretaris AIPGI Cucu Sutara menyatakan permasalahan utama dalam pengembangan garam industri lokal yakni ketersediaan lahan yang pada umumnya hanya sekitar 0,5–1 hektare (ha) sehingga sulit untuk memproduksi garam dengan kualitas yang baik.

Menurutnya, agar produksi garam industri berkualitas tinggi maka pemerintah harus memperluas lahan garam. Berdasarkan data luasan lahan produksi garam nasional sekitar 42.300 ha terdiri dari lahan garapan (eksisting) 25.000 ha, dan lahan potensial 17.200 ha.

“Lahan potensial ini yang layak dikembangkan untuk menggenjot produksi garam industri yang terletak di Nagekeo Kupang sekitar 2.400 ha, dan Teluk Kupang sekitar 7.800 ha,” ujarnya kepadaBisnis.com, Kamis (19/11/2015).

Kendati demikian, untuk menggarap lahan potensial pergaraman tidak mudah dan dipastikan masih memerlukan waktu yang cukup lama. Pasalnya, di atas lahan-lahan tersebut terdapat hak guna usaha (HGU) yang dimiliki oleh pihak swasta.

“Proses penetapan mulai pencabutan HGU menjadi lahan telantar sampai dengan peruntukannya menjadi lahan pergaraman dipastikan memerlukan waktu yang cukup lama,” katanya.

Cucu menjelaskan pengembangan lahan pergaraman tersebut perlu didukung oleh seluruh pemangku kepentingan dari pemerintah pusat yakni Kementerian PU, Kementerian Tata Ruang/BPN, dan pemerintah daerah.

Kebutuhan garam nasional pada 2014 mencapai 3,8 juta ton terdiri dari konsumsi sekitar 1,7 juta ton dan industri mencapai 2,1 juta ton.

Akan tetapi, kemampuan produksi garam lokal yang berasal dari sentra–sentra produksi di sepanjang pantai utara pulau Jawa, Madura, NTB, NTT, dan Sulawesi Selatan pada kondisi normal (4,5-5 bulan) sekitar 1,7 juta ton, terdiri dari berbagai kualitas, cukup memenuhi kebutuhan dalam negeri.

“Adapun untuk industri yang memerlukan garam dengan standar industri harus dipenuhi dari impor karena belum dapat diproduksi di dalam negeri,” ungkapnya.

Selain itu, harga garam sangat terkait dengan kualitas garam yang dihasilkan dan berdasarkan peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri No.2/2011 disebutkan harga garam kualitas 1 Rp750/kg atau Rp750.000/ton dengan jenis garam kadar NaCl minimal 94,7% warna garam putih bening dan bersih dan ukuran butiran garam minimal 4 mm.

Selanjutnya, garam kualitas 2 dengan harga Rp550/kg atau Rp550.000/ton adalah jenis garam dengan kadar NaCl 85- <94,7%, warna garam putih dan ukuran butiran garam minimal 3 mm. Sedangkan kualitas 3 harganya tidak ditetapkan.

 

Sumber: http://industri.bisnis.com/

Rate this post

Tag:

Bagikan:

Request Presentation

Agenda Terdekat Productivity Quality




Layanan Kalibrasi

Download Jadwal Training 2023

Proxsis TV

[yikes-mailchimp form=”1″]

Butuh Bantuan?