Momentum Meningkatkan Daya Saing dan Produksi Nasional

Bagikan:

Baja-Tertekan-Oleh-Impor-P3DN-Harus-Tegas-Diterapkan1Pemerintah mesti menjadikan kondisi sekarang ini sebagai momentum untuk memprioritaskan pembangunan industri dasar nasional dengan lokal konten yang tinggi agar menghasilkan nilai tambah dan mendorong daya saing di pasar global. Untuk itu, pemerintah diharapkan bisa fokus mengembangkan industri substitusi impor yang lebih berorientasi padat karya serta memiliki kandungan lokal tinggi. Pilihan jenis industri yang paling layak dikembangkan sebagai prioritas pembangunan adalah sektor pertanian, terutama pertanian pangan.

Ekonom Sekolah Bisnis, Prasetiya Mulya, Jakarta, Djoko Wintoro, menilai tidak seimbangnya belanja bahan baku dan produk antara impor dan ekspor menyebabkan industri dalam negeri ambruk. “Ekspor kita kecil, daya saing rendah dan belanja bahan baku membengkak nilainya karena kurs naik, ini yang menyebabkan sejumlah industri kita gulung tikar. Kita harus segera berbuat sesuatu sebelum keadaan meluas,” kata Djoko saat dihubungi, Kamis (8/10). Menurut Djoko, pemerintah harus menentukan arah sektor industri, apakah fokus untuk ekspor atau subtitusi impor dalam negeri. “Kalau ekspor sulit karena permintaan menurun, daya beli global menurun. Maka itu kalau difokuskan untuk subtitusi impor sudah benar,” Ia menambahkan pemerintah mesti membuat kebijakan agar biaya produksi industri nasional bisa lebih murah dibandingkan produk dari manca negara. Penerapan tarif bea masuk impor bisa dilakukan, tapi mesti dilakukan secara selektif. Sebelumnya, ekonom UGM Yogyakarta, Akhmad Akbar Susamto, mengingatkan pemerintah agar benar-benar serius mengurangi kebergantungan terhadap produk produk impor, terutama produk-produk barang modal, bahan baku dan bahan penolong. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa proporsi impor produk-produk barang modal, bahan baku dan bahan penolong secara bersama-sama mencapai 85 persen dari total impor Indonesia pada tahun 2014. “Sayangnya, sampai saat ini pemerintah belum benar-benar terbukti serius mengupayakan pengurangan kebergantungan terhadap produk produk barang modal, bahan baku dan bahan penolong dari luar negeri,” tegas Akhmad. Pengamat ekonomi Unair Surabaya, M Nafik, berpendapat Presiden Joko Widodo mesti mendapatkan masukan yang jernih tentang kondisi perekonomian nasional sesungguhnya sehingga paket kebijakan yang diluncurkan benar-benar kontekstual dengan masalah yang dihadapi dunia usaha dan rakyat kecil. Artinya, pemerintah juga harus memahami bahwa kondisi sekarang ini bukan karena rupiah yang menguat tapi karena dollar AS yang sengaja dilemahkan terhadap berbagai mata uang dunia lain untuk mendorong ekspor AS, terutama ke Tiongkok, Brasil, dan Uni Eropa, agar bisa bersaing. “Untuk itulah, penguatan rupiah sekarang ini menjadi momentum yang tepat bagi bangsa Indonesia untuk membangkitkan produksi nasional dan juga daya saing nasional,” kata dia. Menurut pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Aviliani, menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS bukan karena paket kebijakan bertahap yang dikeluarkan pemerintah Indonesia. “Penyebab menguatnya rupiah itu lebih karena global. Semua mata uang dunia menguat. Jadi masih belum normal lagi, dan ini belum karena fundamental,” jelas dia di Surabaya, Rabu. Ia menjelaskan paket kebijakan ekonomi  yang dikeluarkan pemerintah bersifat jangka panjang, sedangkan menguatnya rupiah yang terjadi dalam beberapa hari ini hanya sementara dan berjangka pendek. Lokal Konten Mengenai penguatan produksi nasional, Nafik menilai yang diperlukan adalah membangun industri dasar nasional dengan lokal konten yang tinggi. “Bentuk industri dengan lokal yang tinggi adalah mengembangkan umbi-umbian untuk menggantikan tepung gandum yang selama ini menggergoti devisa negara besar-besaran.” Untuk itu, menurut dia, yang dimaksudkan Presiden  tentang peningkatan produksi terigu tentunya bukan yang berasal dari impor gandum 100 persen yang volumenya mencapai 7 juta ton per tahun. “Yang dimaksud Presiden adalah tepung produksi nasional yaitu sagu dan tapioka. Kalau importir malah berpikir dia harus nambah impornya, ini kan ini masalah,” tegas dia.

 

Sumber: http://www.koran-jakarta.com/

Rate this post

Tag:

Bagikan:

Request Presentation

Agenda Terdekat Productivity Quality




Layanan Kalibrasi

Download Jadwal Training 2023

Proxsis TV

[yikes-mailchimp form=”1″]

Butuh Bantuan?