Potensi industri pengolahan rumput laut di Indonesia mesti dipacu mengingat saat ini sebagian besar rumput laut kering diekspor. Sebaliknya volume suplai ke industri pengolahan di dalam terhitung belum optimal. Apalagi, Indonesia menguasai suplai rumput laut kering dunia dengan produksi 237,8 ribu ton atau sekira 56 persen total produksi dunia yang mencapai 424 ribu ton.
Menteri Perindustrian Saleh Husin mengungkapkan, hal tersebut menunjukkan peluang pengembangan penghiliran masih terbuka guna mendongkrak nilai tambah. “Potensinya mesti kita manfaatkan karena ada lebih 500 jenis produk turunan rumput laut. Saat ini sebanyak 152,9 ribu ton atau 64,3 persen rumput laut kering diekspor,” katanya di Kota Tual, Maluku, Jumat pekan lalu, dikutip dari keterangan pers.
Komoditas kelautan ini diolah olehindustri di domestik sebanyak 84,9 ribu atau hanya 35,7 persen. Pengembangan industri ini juga mendesak dilakukan lantaranindustri di dalam negeri mengalami kekurangan pasokan bahanbaku. Kemenperin mencatat, total kebutuhan bahan baku rumput laut 128,6 ribu ton, namun masih kekurangan pasokan sebesar 43,8 ribu ton. Di Indonesia, jenis rumput laut komersial ialah penghasil karagenan, penghasil agar, dan penghasil alginate.
Menurut Dirjen Industri Agro Panggah Susanto, agar diolah menjadi produk akhir pangan, farmasi, kosmetik, dan tissue. Sedangkan karagenan diproses lebih lanjut menjadi pangan, saus, pakan ternak, serta farmasi. Sementara itu, alginat juga dapat diolah menjadi pangan, saus, tekstil, kosmetik dan farmasi.
Menperin berada di Tual untuk mendampingi Wakil Presiden RI Jusuf Kalla melakukan rangkaian kunjungan kerja ke sentra industri perikanan, fasilitas infrastruktur dan pendidikan di Maluku yaitu Ambon, Banda Neira dan Tual. Berkeliling menggunakan KRI Surabaya 591, Wapres menyaksikan penandatanganan MoU antara Pemprov Maluku dengan PT Pelindo IV di Bandara Pattimura, Ambon kemudian menuju Banda Neira menyambangi lokasi pengembangan Bandara Banda Neira, Politeknik Sumber Daya Perikanan, dan SekolahTinggi Perikanan Hatta Sjahrir.
Di Tual, rombongan tiba di Dermaga Pelabuhan Perikanan Nusantara, lalu meninjau budi daya rumput laut, Stasiun Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, dan Wapres meresmikan Politeknik Perikanan Negeri Tual di Kabupaten Maluku Tenggara. Bersama Menperin, Wapres juga berkunjung dan berdialog dengan Raja Tual yang sekaligus Kepala Desa Tual, Muhammad Tamher.
Menurut Wapres, kekayaan potensi laut seperti di Tual perlu didukung ilmu dan sumber daya manusia. “SDM yang baik dihasilkan dari fasilitas pendidikan yang baik pula dan politeknik ini menjadi contoh. Pendidikan di politeknik dapat terealisasi jika memiliki perlengkapan, dosen dan praktek-praktek latihan yang memadai,” katanya.
Wapres berharap generasi muda dapat mengelola sumber daya perikanan laut di Aru, Banda dan Maluku pada umumnya. Menurutnya, perikanan yang baik mesti memenuhi kriteria antara lain menyejahterakan nelayan dan masyarakat sekitar, serta mendorong terciptanya lapangan kerja. Guna memaksimalkan pengembangan, Kemenperin berupaya meningkatkan kemitraan dan integrasi antara sisi hulu dan sisi hilir agar jaminan pasokan bahan baku meningkat.
Lebih lanjut, harmonisasi dipacu dan dilakukan penyesuaian postarif komoditi rumput laut beserta olahannya seperti penurunan bea masuk untuk komponen pendukung dan pemisahan kode HS untuk produk olahan rumput laut. Selain itu, dilakukan penyusunan SNI sebagai jaminan kualitas produk olahan rumput laut dan meningkatkan dukungan R&D dalam rangka mengembangkan inovasi produk hilir rumput laut.
Pada kesempatan sebelumnya, Kementerian Perindustrian mengajak investor besar pengolah rumput laut di Tiongkok untuk menanamkan investasinya di Indonesia. “Kami sudah bicara dengan mereka di Tiongkok, meskipun keputusan ada di tangan mereka,” kata Dirjen Industri Agro Kemenperin Panggah Susanto.
Menurut Panggah, terdapat tiga perusahaan besar yang mengolah rumput laut menjadi berbagai macam makanan di Tiongkok.
Sumber: http://www.neraca.co.id/